Liputan6.com, Jakarta PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) sudah menyiapkan sejumlah strategi penerapan manajemen risiko guna menghadapi kondisi ekonomi pada 2023 yang diproyeksikan lebih menantang.
Baca Juga
Cerita Agen Mitra UMi BRI di Merauke yang Membantu Keluarga Menuju Kesejahteraan
Berkat Pemberdayaan BRI, Pengusaha Lokal Hadirkan Inovasi Kacang Nepo sebagai Camilan Khas yang Diminati
Cerita Sukses Pengusaha Lokal Mengolah Kacang Nepo hingga Jadi Camilan Khas yang Diminati Didukung Pemberdayaan BRI
BRI Finance berharap portofolio pembiayaan terkelola secara baik dengan target non performing financing (NPF) di bawah 2,5 persen.
Advertisement
Seperti diketahui, ekonomi nasional dihadapkan pada beberapa tantangan ke depan yang timbul karena ketidakpastian ekonomi global, antara lain karena inflasi global yang tinggi dan direspon bank sentral di berbagai negara termasuk di Tanah Air dengan kenaikan suku bunga serta ancaman krisis pangan dan energi yang diakibatkan oleh konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
Awal November lalu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar meminta industri jasa keuangan termasuk multifinance menerapkan prinsip kehati-hatian.
Langkah tersebut diharapkan menjadi mitigasi risiko dalam menghadapi kondisi pasar yang berfluktuasi, terlebih adanya potensi resesi ekonomi global ke depan.
Terkait hal tersebut, Direktur Manajemen Risiko BRI Finance Ari Prayuwana menjelaskan sebenarnya pihaknya sudah melakukan langkah antisipasi sejak awal pandemi pada 2020 lalu.
Sebab Perseroan ingin tumbuh cepat dengan kualitas yang positif melalui tata kelola yang baik. Hal itu pun terlihat dari NPF Perseroan dengan kualitas terjaga.
Rasio NPF Perseroan hingga kuarta lIII 2022 tercatat 1,98 persen. Persentase tersebut lebih baik dari NPF industri yaitu 2,58 persen pada periode yang sama.
Adapun hingga akhir tahun ini BRI Finance mematok target NPF gross sekitar 2,1 persen sedangkan tahun depan di level 2,2 persen.
“Sebagai komitmen terhadap kualitas aset yang dimiliki, kami senantiasa melakukan panjagaan ketat atas rasio NPF. Tujuannya untuk menanggulangi potensi risiko dari kondisi ekonomi yang fluktuatif,” kata Ari.
Langkah Antisipasi
Adapun strategi sebagai langkah antisipasi yang dijalankan adalah, Pertama, menerapkan robust risk management, tujuannya adalah menjaga kualitas portofolio pembiayaan yang menjadi prioritas Perseroan.
Ari merinci lebih lanjut, membangun manajemen risiko yang kuat melalui penerapan proses pembiayaan yang sehat, dengan diterapkannya prosesketat yang harus diikuti oleh relationship manager (RM). Hal itu membuahkan hasil dengan NPF yangterus menurun dari 2020 sebesar 4,22 persen.
Kemudian BRI Finance menerapkan credit risk scoring, sehingga bisa mempercepat proses pengambilan keputusan pembiayaan. Dalam kerangka manajemen risiko, Perseroan pun membangun perangkat proteksi dini atau early warning system untuk portofolio di level unit kerja dan individu untuk menjaga kualitas aset.
Kedua, BRI Finance fokus pada kualitas pembiayaan melalui penerapan selective growth. Di mana Perseroan membuat kebijakan bahwa yang boleh dibiayai adalah sektor-sektor yang potensi risikonya rendah.
“Kami memilih debitur-debitur yang memang bagus. Itu di awal sebelum RM melakukan proses inisiasi pembiayaan sudah diberikan guidance-nya. Itu yang kami terapkan sejak 2020, dan akan kami lanjutkan dalam menghadapi tantangan ke depan,” lanjut Ari.
Advertisement